Al
Qur’an adalah kalamullah. Al Qur’an bisa bermanfaat dan menjadi pembela
kita, atau sebaliknya bisa menjadi musuh bagi kita. Kapan ia menjadi pembela?
Kapan sebaliknya menjadi musuh? Tulisan berikut akan sedikit mengulasnya.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
وَالقُرْاَنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ
“Al
Qur’an itu bisa menjadi pembelamu atau musuh bagimu.” (HR. Muslim no. 223)
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam Syarh Arba’in An Nawawiyyah berkata,
”Al Qur’an itu bisa menjadi pembelamu, jika engkau melaksanakan nasehat terhadap
Al Qur’an.” Nasehat terhadap Al Qur’an telah dijelaskan pada hadits ke-7 dari Al
Arba’in An Nawawiyah yaitu hadits ‘Agama adalah nasehat[1]’.
Nasehat Terhadap Al Qur’an
Syaikh
‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di nasehat terhadap Al Qur’an adalah dengan:
1. menghafalkannya,
2. merenungkannya (men-tadaburinya),
3. mempelajari lafazh-lafazhnya,
4. mempelajari (memahami) maknanya,
5. berusaha mengamalkannya untuk diri
sendiri dan mengajarkannya pada yang lainnya. (Demikianlah perkataan beliau
dalam Bahjatul Qulub ketika menjelaskan hadits
ke-3)
6. Syaikh Ibnu Utsaimin sendiri
mengatakan bahwa nasehat terhadap Al Qur’an harus terkandung beberapa perkara
berikut.
Pertama,
membela Al Qur’an dari penyelewengan orang-orang bathil dan menjelaskan tentang
penyelewengannya.
Kedua,
betul-betul membenarkan berita-berita yang ada di dalamnya, tanpa ada keraguan
sedikit pun. Orang yang mendustakan dan ragu terhadap berita-berita yang ada di
dalamnya, maka dia bukanlah orang yang memberi nasehat terhadap Al Qur’an.
Ketiga,
melaksanakan perintah yang terdapat dalam Kitabullah. Jika tidak
melaksanakannya, berarti tidak dikatakan memberi nasehat terhadap Al Qur’an.
Keempat,
menjauhi segala yang dilarang. Jika tidak menjauhi larangan yang ada dalam Al
Qur’an, maka tidak dikatakan sebagai orang yang memberi nasehat terhadap Al
Qur’an.
Kelima,
mengimani bahwa setiap hukum yang ada dalam Al Qur’an adalah sebaik-baik hukum.
Dan tidak ada hukum yang lebih dari hukum yang terdapat dalam Al Qur’an Al
Karim.
Keenam,
mengimani bahwa Al Qur’an adalah kalamullah (bukan makhluk
atau ‘produk ilahi’) baik secara huruf maupun makna. Allah
betul-betul telah berbicara. Lalu disampaikan Jibril dari Allah ‘azza wa
jalla dan diturunkan pada hati Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dengan tujuan agar Al Qur’an menjadi peringatan dengan bahasa
Arab yang jelas.
Kapan Al Qur’an Bisa Menjadi Pembela?
Kami
contohkan dengan menerungkan firman Allah Ta’ala,
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ
“Dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat.” (QS. Al Baqarah [2] : 43)
Misalnya
ada dua orang. Salah satunya tidak menunaikan shalat maka Al Qur’an akan
menjadi musuhnya. Sedangkan yang lain menunaikan shalat
maka Al Qur’an akan menjadi pembelanya.
Begitu
pula ada seseorang yang tidak menunaikan zakat, maka Al Qur’an akan menjadi
musuhnya. Dan ada orang yang menunaikan zakat, maka Al Qur’an akan menjadi pembela.
(Lihat Syarh Arba’in Ibnu Utsaimin, hal. 229)
Akan Turun Ketenangan
Dari
Baro’ mengatakan bahwa dulu ada seorang pria membaca surat Al Kahfi dan di
sisinya terdapat seekor kuda yang terikat dengan tali. Kemudian tiba-tiba awan
mendung dan semakin mendekat (semakin gelap) sehingga kuda tersebut lari.
Tatkala pagi, orang itu mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
menceritakan hal ini. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تِلْكَ السَّكِينَةُ تَنَزَّلَتْ بِالْقُرْآنِ
“Ketenangan
itu datang dengan sebab Al Qur’an.” (HR. Bukhari no. 4839)
Menghafal Al Qur’an
Dari
Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ
كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِى الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ
تَقْرَؤُهَا
“Dikatakan
kepada orang yang menghafalkan Al Qur’an nanti : ‘Bacalah dan perdengarkanlah
serta tartillah sebagaiman engkau di dunia mentartilnya. Karena kedudukanmu
adalah pada akhir ayat yang engkau baca (hafal).” (HR. Abu Daud no. 1464,
dikatakan hasan oleh Syaikh Musthofa Al ‘Adawiy)
Al
Qur’an akan semakin lekat jika terus diulangi. Dari Abdullah bin ‘Umar,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا مَثَلُ صَاحِبِ الْقُرْآنِ كَمَثَلِ الإِبِلِ
الْمُعَقَّلَةِ إِنْ عَاهَدَ عَلَيْهَا أَمْسَكَهَا وَإِنْ أَطْلَقَهَا ذَهَبَتْ
“Sesungguhnya
orang yang menghafalkan Al Qur’an adalah bagaikan unta yang diikat. Jika
diikat, unta itu tidak akan lari. Dan apabila dibiarkan tanpa diikat, maka dia
akan pergi.” (HR. Bukhari no. 5031 dan Muslim no. 789). Dalam riwayat
muslim ditambahkan,”Apabila orang yang menghafal Al Qur’an membacanya di
waktu malam dan siang hari, dia akan mengingatnya. Namun jika dia tidak
melakukan demikian, maka dia akan lupa.”
Janganlah
mengatakan ‘aku lupa’ ketika hafalan Al Qur’an hilang tetapi katakanlah ‘aku
telah dilupakan’.
Mengkaji Makna Al Qur’an
Dari
Abu Musa Al Asy’ariy, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمُؤْمِنُ الَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهِ
كَالأُتْرُجَّةِ ، طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَرِيحُهَا طَيِّبٌ ، وَالْمُؤْمِنُ الَّذِى
لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهِ كَالتَّمْرَةِ ، طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَلاَ
رِيحَ لَهَا ، وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ
كَالرَّيْحَانَةِ ، رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ ، وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ
الَّذِى لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالْحَنْظَلَةِ ، طَعْمُهَا مُرٌّ – أَوْ
خَبِيثٌ – وَرِيحُهَا مُرٌّ
“Permisalan orang yang membaca Al Qur’an dan mengamalkannya
adalah bagaikan buah Utrujah, rasa dan baunya enak. Orang mukmin yang tidak
membaca Al Qur’an dan mengamalkannya adalah bagaikan buah kurma, rasanya enak
namun tidak ada aroma. Orang munafik yang membaca Al Qur’an adalah bagaikan
royhanah, baunya menyenangkan namun rasanya pahit. Dan orang munafik yang
membaca tidak membaca Al Qur’an bagaikan hanzholah, rasa dan baunya pahit dan
tidak enak.” (HR.
Bukhari no. 5059)
Semoga
tulisan ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Semoga Allah selalu memberikan ilmu
yang bermanfaat, rizki yang thoyib, dan menjadikan amalan kita diterima di
sisi-Nya. Innahu sami’un qoriibum mujibud da’awaat. Alhamdulillahilladzi
bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa
‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Penulis:
Muhammad
Abduh Tuasikal
Artikel
Muslim.Or.Id