Secara bahasa, fitrah
artinya al khilqah yaitu keadaan asal ketika seorang manusia diciptakan
oleh Allah (lihat Lisaanul Arab 5/56, Al Qamus Al Muhith 1/881).
Dan ketahuilah, yang dimaksud dengan agama yang fitrah ialah Islam. Setiap
manusia lahir dalam keadaan berislam, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam:
كُلُّ
مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ
يُنَصِّرَانِهِ
“Setiap manusia yang
lahir, mereka lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang menjadikannya
Yahudi atau Nasrani” (HR. Bukhari-Muslim)
Allah Ta’ala
berfirman:
أَقِمْ
وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ
النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah
wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”
(QS. Ar Ruum: 30)
Seoang ulama pakar tafsir, Imam Ibnu Katsir, menjelaskan
ayat ini: “Maksudnya adalah tegakkan wajahmu dan teruslah berpegang pada apa
yang disyariatkan Allah kepadamu, yaitu berupa agama Nabi Ibrahim yang hanif,
yang merupakan pedoman hidup bagimu. Yang Allah telah sempurnakan agama ini
dengan puncak kesempurnaan. Dengan itu berarti engkau masih berada pada fitrahmu
yang salimah (lurus dan benar). Sebagaimana ketika Allah ciptakan para
makhluk dalam keadaan itu. Yaitu Allah menciptakan para makhluk dalam keaadan
mengenal-Nya, mentauhidkan-Nya dan mengakui tidak ada yang berhak disembah
selain Allah” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/313)
Syaikh Muhammad bin Shalih
Al Utsaimin berkata: “Islam adalah agama yang fitrah yang pasti akan diterima
oleh semua orang yang memiliki fitrah yang salimah”. Artinya orang yang
memiliki jiwa yang bersih sebagaimana ketika ia diciptakan pasti akan menerima
ajaran-ajaran Islam dengan lapang dada.
Setelah kita paham bahwa
sesungguhnya agama yang sesuai dengan fitrah manusia itu adalah agama Islam dan
manusia sesungguhnya terlahir dalam keadaan Islam yang murni, maka kini kita
perlu ketahui apa itu Islam.
Makna Islam
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ
الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلامُ
“Sesungguhnya agama
(yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam” (QS. Al Imran: 19)
Ia juga berfirman:
وَمَنْ
يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ
مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barang siapa mencari
agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (QS. Al
Imran: 85)
Islam artinya berserah diri
kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk kepada-Nya dalam ketaatan, serta
berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya. Karena kesyirikan merupakan aqidah orang Arab sebelum berkembangnya
dakwah Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam. Imam Al Bukhari
meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Raja’ Al ‘Atharidi, ia berkata:
“Dahulu kami menyembah batu. Apabila kami
mendapatkan batu yg lebih baik, maka kami melemparkannya dan mengambil yg lain.
Apabila kami tidak menemukan batu, kami kumpulkan segenggam tanah, lalu kami
bawakan seekor kambing kemudian kami peraskan susu untuknya. Lalu kami thawaf
dengannya”
Keadaan Manusia Sebelum
Datangnya Islam
Sedangkan keadaan umat
secara umum, sebelum berkembangnya dakwah
Islam, telah dijelaskan oleh banyak ayat-ayat Al Qur’an, diantaranya firman
Allah Ta’ala:
وَيَعْبُدُونَ
مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاءِ
شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ
“Dan mereka menyembah
selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudaratan kepada
mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah
pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah”” (QS. Yunus: 18)
Juga firman Allah Ta’ala:
وَالَّذِينَ
اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى
اللَّهِ زُلْفَى
“Dan orang-orang yang
mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka
melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya””
(QS. Az Zumar: 3)
Ayat-ayat yang senada
dengan ini sangatlah banyak. Selain itu, hadits-hadits shahih serta sirah
nabawiyyah juga menunjukkan bahwa keadaan umat manusia sebelum diutusnya
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yaitu mereka melakukan berbagai
macam kesyirikan yang berbeda-beda. Ada yang menyembah patung, ada yang
menyembah orang mati di kuburan, ada yang menyembah matahari, bulan dan
bintang, dan menyembah hal-hal yang lain. Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam diutus untuk mengajak manusia menyembah kepada Allah semata, serta
menjelaskan bahwa apa yang mereka lakukan dari nenek moyang mereka merupakan
hal yang batil. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
قُلْ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ
مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ
فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Hai manusia
sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai
kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia,
Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul
Nya, Nabi yang umi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya)
dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk” (QS. Al A’raf 158)
Dalam banyak ayat Allah Ta’ala
juga menjelaskan bahwa orang-orang musyrik tersebut, walaupun mereka melakukan
kesyirikan, mereka tetap mengakui bahwa Allah lah yang menciptakan mereka dan
memberi mereka rezeki. Adapun penyembahan mereka kepada selain Allah itu
menurut mereka sekedar sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, sebagaimana
dalam ayat:
وَيَعْبُدُونَ
مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاءِ
شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ
“Dan mereka menyembah
selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudaratan kepada
mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah
pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah”” (QS. Yunus: 18)
Juga dalam ayat:
قُلْ
مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ
وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ
مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلا
تَتَّقُونَ
“Katakanlah: “Siapakah
yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa
(menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang
hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah
yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka
katakanlah: “Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?”” (QS. Yunus: 31)
Serta banyak ayat-ayat lain
yang memaparkan hal ini secara jelas.
Lalu diutuslah Sayyidina
Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai Rasul terakhir dengan
membawa agama Islam, tidak hanya untuk orang Arab saja bahkan untuk seluruh
manusia. Beliau diutus di waktu yang tepat yaitu ketika seluruh manusia
membutuhkan sosok yang bisa mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya.
Rukun Islam
Agama Islam yang agung ini
dibangun atas 5 asas yang disebut dengan rukun Islam, sebagaimana terdapat
dalam Shahihain:
“Islam dibangun dengan lima perkata:
syahadat ‘laailaha illallah wa anna muhammadar rasulullah’, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, puasa ramadhan dan
pergi haji ke baitullah”
Syahadat adalah rukun Islam
yang pertama dan paling utama. Kalimat syahadat dalah kalimat yang agung, dan
tidak cukup dengan sekedar mengucapkannya. Walau memang, dengan mengucapkannya
seseorang menjadi seorang muslim secara zhahir. Namun, ia wajib untuk
menjalankan konsekuensi dari kalimat syahadat tesebut. Termasuk di dalamnya
adalah mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah, mengimani bahwa hanya kepada-Nya
lah semua ibadah berhak di tujukan, dan mengimani bahwa segala bentuk
penyembahan kepada selain Allah adalah batil.
Rukun kedua adalah
menegakkan shalat. Shalat adalah rukun Islam yang terpenting setelah syahadat.
Karena ia adalah tiang agama dan hal yang akan ditanyakan pertama kali di hari
kiamat. Allah Ta’ala mengancam orang yang melalaikan shalat atau
mengakhirkannya dalam firman-Nya:
فَخَلَفَ
مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ
يَلْقَوْنَ غَيًّ
“Maka datanglah sesudah
mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan
hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan” (QS. Maryam: 59)
Shalat juga dijadikan
sebagai penanda untuk membedakan antara muslim dan kafir. Sebagaimana hadits
yang terdapat dalam Shahihain dari Jabir Radhiallahu’anhu, bahwa
ia mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Pemisah antara seseorang dengan kesyirikan
dan kekufuran adalah ditinggalkannya shalat”
Rukun yang ketiga adalah
membayar zakat. Zakat adalah
kewajiban yang merupakan tanggung-jawab sosial. Sehingga orang mu’min merasakan
kemurahan dan kasih sayang Islam serta adanya semangat saling bantu membantu
diantara sesama muslim. Orang yang diberi kelebihan berupa harta akan dikenai
kewajiban ini. Karena harta tersebut pada hakikatnya adalah milik Allah yang
dititipkan kepada manusia. Sebagaimana firman Allah:
آمِنُوا
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ
فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
“Berimanlah kamu kepada
Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah
menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan
menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar” (QS. Al
Hadid: 7)
Zakat diwajibkan kepada
setiap orang yang memiliki harta melebihi nishab untuk masing-masing jenis
harta, dan sudah mencapai haul (sudah dimiliki selama 1 tahun), kecuali
biji-bijian atau buah-buahan.
Rukun yang keempat adalah
puasa Ramadhan. Berdasarkan
firman Allah Ta’ala:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183)
Dengan puasa, seorang
muslim dilatih untuk mengekang laju nafsunya dari kelezatan dan syahwat yang
mubah selama beberapa lama. Puasa juga memiliki manfaat dari sisi kesehatan
sebagaimana ia juga memberi manfaat yang bersifat ruhaniyah. Dengan puasa juga kita diajak untuk merasakan
apa yang dialami saudara kita sesama muslim yang tertimpa musibah kelaparan
bahkan hingga berhari-hari mereka tidak makan dan minum. Sebagaimana yang
terjadi pada sebagian saudara kita di benua Afrika.
Rukun yang kelima adalah
pergi haji ke Masjidil Haram. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَلِلَّهِ
عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلً
“mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah” (QS. Al Imran: 97)
Haji hanya diwajibkan
sekali dalam seumur hidup, sebagaimana juga umrah. Ini diwajibkan bagi muslim
yang berakal, baligh, merdeka dan mampu. Anak kecil juga sah bila melakukannya,
namun kewajibannya belum gugur ketika ia sudah baligh dan mampu. Adapun wanita
yang tidak memiliki mahram untuk menemaninya pergi haji maka gugur kewajibannya, karena
banyak hadits-hadits shahih dari
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang melarang wanita bersafar tanpa mahram.
Keagungan Islam
Agama Islam memiliki
kebaikan yang sangat banyak sekali hingga tidak terhitung. Bagaimana tidak,
Islam adalah agama dari Allah yang Maha Mengetahui segala sesuatu. Ia adalah
Dzat yang memiliki puncak kebijaksanaan dan paling benar petunjuk-Nya. Ia
adalah Al Hakiim (Maha Bijaksana) dan Al Aliim (Maha Menegtahui)
terhadap semua yang Ia tentukan dan putuskan serta pada semua apa yang Ia
syariatkan kepada hamba-Nya. Maka, tidak ada kebaikan kecuali sudah diserukan
oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan tidak ada keburukan
kecuali sudah diperingatkan oleh beliau. Sebagaimana hadits dalam Shahih Muslim, dari
Abdullah bin ‘Amr bin Al Ash Radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bahwa beliau bersabda:
“Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi
kecuali pasti Nabi tersebut akan membimbing umatnya pada kebaikan dengan apa
yang ia ajarkan kepada umatnya, dan memperingatkan mereka terhadap keburukan
dengan apa yang ia ajarkan kepada umatnya”
Juga dalam Musnad Ahmad
dengan sanad yang shahih, dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bahwa beliau bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan (manusia dengan) akhlak yang baik”
Sebagai penutup kami ingin
menggaris bawahi bahwa di masa ini berbondong-bondong orang dari kaum musyrikin
maupun ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) memeluk agama Islam ini menandakan
kegagalan agama-agama lain, juga kegagalan pemikiran filsafat dalam memberikan
ketenangan, kelegaan dan kebahagiaan hati manusia. Oleh karena itu, wajib bagi
kaum muslimin terlebih para da’i untuk lebih semangat berdakwah kepada ummt
mengajak kepada agama Allah yang fitrah ini. Namun sebelum itu, hendaknya tidak
lupa untuk mengamalkan ilmu dan akhlak Islam dengan baik, karena umat
manusia sangat butuh sosok-sosok orang yang mampu mengeluarkan mereka dari
kegelapan menuju cahaya. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ
أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي
مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih
baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang
saleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?””
(QS. Fushilat: 33)
—
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id