Di salah satu pengadilan Qasim, Saudi Arabia berdiri Hizan al
Fuhaidi dengan air mata yang bercucuran sehingga membasahi janggutnya! Kenapa?
Karena ia kalah terhadap perseteruannya dengan saudara kandungnya!!
Tentang apakah perseteruannya dengan saudaranay?? Tentang tanah
kah?? atau warisan yang mereka saling perebutkan??
Bukan karena itu semua!!
Ia kalah terhadap saudaranya terkait pemeliharaan ibunya yang
sudah tua renta dan bahkan hanya memakai sebuah cincin timah di jarinya yang
telah keriput.
Seumur hidupnya, beliau tinggal dengan Hizan yang selama ini
menjaganya. Tatkala beliau telah manua, datanglah adiknya yang tinggal di kota
lain, untuk mengambil ibunya agar tinggal bersamanya, dengan alasan fasilitas
kesehatan dll di kota jauh lebih lengkap daripada di desa.
Namun Hizan menolak dengan alasan, selama ini ia mampu untuk
menjaga ibunya. Perseteruan ini tidak berhenti sampai di sini, hingga berlanjut
ke pengadilan. Sidang demi sidang dilalui, hingga sang hakim pun meminta agar
sang ibu dihadirkan di majelis.
Kedua bersaudara ini membopong ibunya yang sudah tua renta yang
beratnya sudah tidak sampai 40 Kg. Sang Hakim bertanya kepadanya, siapa yang
lebih berhak tinggal bersamanya. Sang ibu memahami pertanyaan sang hakim, ia
pun mnjawab , sambil menunjuk ke Hizan, “Ini mata kananku!” kemudian menunjuk
ke adiknya sambil berkata, “Ini mata kiriku!!
Sang Hakim berpikir sejenak kemudian memutuskan hak kepada adik
Hizan, berdasarkan kemaslahatan bagi si ibu.
Betapa mulia air mata yang dikucurkan oleh Hizan. Air mata
penyesalan kaerna tidak bisa memelihara ibunya tatkala beliau telah menginjak
usia lanjutnya.
Dan, betapa terhormat dan agungnya sang ibu!! yang diperebutkan
oleh anak2nya hingga seperti ini. Andaikata kita bisa memahami, bagaimana sang
ibu mendidik kedua putranya hingga ia menjadi ratu dan mutiara termahal bagi
anak2nya.
Ini adalah pelajaran mahal tentang berbakti kepada orang tua,
dimana durhaka sudah menjadi budaya.
Tulisan: Ali Hasan Bawazer publish kembali oleh
Moslemsunnah.Wordpress.com